PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan di bidang kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional, pemerintah sebagai institusi tertinggi yang bertanggung jawab atas pemeliharaan kesehatan harus pula memenuhi kewajiban dalam penyediaan sarana pelayanan kesehatan. Kesehatan merupakan kebutuhan manusia yang utama dan menjadi prioritas yang mendasar bagi kehidupan. Pelaksanaan pembangunan di bidang kesehatan melibatkan seluruh warga masyarakat Indonesia. Hal tersebut dapat dimengerti karena pembangunan kesehatan mempunyai hubungan yang dinamis dengan sektor lainnya.
Undang-Undang Nomor 23/1992 tentang kesehatan, ditetapkan bahwa setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggungjawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Kekuasaan dalam pelayanan kesehatan terletak pada pemerintah pusat dan daerah, dan pada golongan sosial atas yang mempunyai wewenang menetapkan pilihan atas alternatif pelayanan kesehatan.
Pada awal pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Yusuf Kalla (SBY-JK) telah diambil kebijakan strategis untuk menggratiskan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin. Lumenta, Benyamin. 1989. Pelayanan Medis Citra, Konflik dan Harapan Tinjauan Fenomena Sosial. Yogyakarta: Kanisius. Hal 23.
Sejak 1 Januari 2005 program ini menjadi Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Miskin (PJPKM) yang populer dengan nama Askeskin. Pada tahun 2008 program Askeskin ini diubah namanya menjadi Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang tidak mengubah jumlah sasaran. Program ini bertujuan untuk memberi akses pelayanan kesehatan kepada masyarakat sangat miskin, miskin dan mendekati miskin berjumlah 76,4 juta jiwa, agar tercapai derajat kesehatan yang optimal secara efektif dan efesien.
Peserta Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) di Indonesia tahun 2013 mencapai 86,4 juta jiwa warga miskin dan tidak mampu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan gratis di sarana pelayanan kesehatan rujukan Jamkesmas.
Menurut Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI, Supriyantoro
Kepesertaan Jamkesmas tahun 2012 sebanyak 76,4 juta warga miskin dan tidak mampu namun sekarang ini meningkat menjadi 86,4 juta orang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan gratis di sarana pelayanan kesehatan rujukan Jamkesmas. jumlah data kepesertaan untuk dijamin program Jamkesmas tersebut berdasarkan anggaran yang tersedia di Kemenkes.
Data mengacu pada database terpadu yang dikeluarkan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) berdasarkan survey Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2011 yang dilaksanakan Biro Pusat Statistik (BPS)
Masyarakat miskin dan tidak mampu yang menjadi sasaran program Jamkesmas menggunakan data PPLS 2011, dan penetapan kriteria miskin dan tidak mampu mengacu pada kriteria yang ditetapkan BPS. Kepesertaan Jamkesmas, sepenuhnya menggunakan data unifikas yang dikeluarkan TNP2K dan telah disepakati untuk digunakan bagi semua sector dalam penanggulangan. Tetapi diluar itu masih ada beberapa daerah di Indonesia yang menyelenggarakan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yakni untuk miskin dan tidak mampu belum terlayani Jamkesmas, pemerintah sudah mengalokasikan dana untuk program Jamkesmas melalui APBN 2013 diperkirakan mencapai Rp8,29 Triliun. Angka itu meningkat dari tahun lalu yang berkisar Rp7,38 Triliun. Kenaikan alokasi dana tersebut, sesuatu yang wajar. Menurut dia, dana itu semua dipakai untuk pembayaran klaim dari rumah sakit mitra, pengguna kartu Jamkesmas yang diperuntukan bagi masyarakat miskin itu mendapatkan seluruh perawatan medis, tidak terkecuali. Peserta Jamkesmas harus mendapatkan pelayanan yang sama. .
Kementerian Kesehatan telah mencetak dan mendistribusikan kartu Jamkesmas tahun 2013 untuk 86,4 juta penduduk Indonesia.
Di Kecamatan Insana Barat jumlah pengguna kartu jamkesmas sangat meninggkat, pada tahun 2013 peserta jamkesmas di Kecamatan Insana Barat mencapai 5963 jiwa, namun pengguna jamkesmas di Puskesmas Mamsena sangat menurun, hal tersebut disebabkan karena faktor usia, pengetahuan dan pelayanan dalam puskesmas yang kurang memuaskan peserta jamkesmas.
Puskesmas Mamsena adalah salah satu Puskesmas yang ada di kabupaten Timor Tengah Utara yang berada di bagian timur dengan jarak 18 km dari kota Kabupaten. Puskesmas ini di resmikan pada tanggal 11 November 2011. Puskesmas ini bergerak di bidang Promosi Kesehatan, Kesehatan Lingkungan, Gizi, Posyandu dan merupakan salah satu Puskesmas yang memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang menjadi pengguna atau peserta Jamkesmas. Pelayanan kesehatan yang diberikan Puskesmas Mamsena kepada pengguna atau peserta Jamkesmas antara lain pelayanan Rawat Jalan dan pelayanan Rawat Inap yang mencakup tindakan pelayanan obat, pelayanan darah serta pelayanan lainnya. Puskesmas Mamsena memiliki tenaga pelaksana yang terdiri dari dokter, perawat, Bidan, Kesmas dan petugas non kesehatan sebanyak 27 orang yang bertugas memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang membutuhkan, dengan jumlah pengunjung Rata-rata per hari sebanyak 20 orang, dan yang menggunakan jamkesmas sebanyak 6 orang.
Berdasarkan pengamatan penulis di Puskesmas Mamsena, terkait dengan mutu pelayanan Jamkesmas yang kurang memuaskan pasien. Hal tersebut dikarenakan factor pelayanan dan pengetahuan dari pasien pengguna jasa jamkesmas yang masih minim. Masyarakat di Kecamatan Insana Barat yang masih tergolong miskin dan pemahaman tentang kesehatan yang masih rendah sehingga masyarakat tidak dapat atau hanya menuruti semua yang dikatakan petugas kesehatan.
Untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan Jamkesmas di Puskesmas Mamsena yang masih rendah maka perlu menggali informasi lebih dalam tentang mutu pelayanan medik kepada masyarakat pengguna Jamkesmas agar masyarakat dapat mengetahui tantang langkah-langkah dalam menggunakan jamkesmas.
Dari hal tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti mengenai “Analisis Mutu Pelayanan Medik Pengguna Jamkesmas di Puskesmas Mamsena, Kecamatan Insana Barat, Kabupaten Timor Tengah Utara”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, dapat dirumuskan permasalahan dalam pengertian yaitu bagaimana mutu pelayanan kesehatan bagi peserta jamkesmas kaitannya dengan pelayanan kesehatan di Puskesmas Mamsena, Kecamatan Insana Barat, Kabupaten Timor Tengah Utara.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai Analisis Mutu Pelayanan Medik Peserta Jamkesmas di Puskesmas Mamsena
2. Tujuan Khusus
a. Untuk memperoleh informasi mendalam bagaimana tingkat pengetahuan pada masyarakat pengguna Jamkesmas di Puskesmas Mamsena.
b. Untuk memperoleh informasi tentang bagaimana sikap masyarakat pengguna Jamkesmas di Puskesmas Mamsena.
c. Untuk memperoleh informasi tentang persepsi pada masyarakat pengguna Jamkesmas di Puskesmas Mamsena.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Ilmiah
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan bagi masyarakat umum.
b. Sebagai bahan perbandingan dan refrensi bagi peneliti lain
2. Manfaat Bagi Masyarakat
a. Sebagai sumber informasi untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang cara penggunaan jamkesmas.
b. Meningkatkat derajat kesehatan masyarakat miskin dalam menggunakan jamkesmas.
3. Manfaat Bagi Peneliti
Merupakan pengalaman Ilmia yang sangat berharga bagi peneliti dalam pengembangan wawasan ilmu pengetahuan dan informasi khususnya tentang Mutu Pelayanan Jamkesmas
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Mutu
Kata Mutu berasal dari bahasa Inggris quality yang berarti kualitas.Dengan hal ini mutu berarti merupakan sebuah hal yang berhubungan dengan gairah dan harga diri. Sesuai keberadaannya, mutu dipandang sebagai nilai tertinggi dari suatu produk atau jasa. Menurut Crosby; Mutu adalah sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan (conformance to requirement), yaitu sesuai dengan standar mutu yang telah ditentukan baik inputnya, prosesnya, maupun outputnya.
Mutu adalah lingkar kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang diamati. (Winston Dictionary, 1956)
Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri suatu barang atau jasa yang didalamnya terkandung pengertian rasa aman atau pemenuhan kebutuhan para pengguna.(Din ISO 8402, 1986).
Mutu adalah sesuatu untuk menjamin pencapaian tujuan atau iuran yang diharapkan dan harus selalu mengikuti perkembangan pengetahuan professional terkini (consist with current professional knowledge). Untuk itu mutu harus diukur dengan derajat pencapaian tujuan.Berpikir tentang mutu berarti berpikir mengenai tujuan.Mutu harus memenuhi berbagai standar.
Bagi setiap institusi, mutu adalah agenda utama dan meningkatkan mutu merupakan tugas yang paling penting. Walaupun demikian ada sebagian orang yang menganggap mutu sebagai sebuah konsep yang penuh dengan teka-teki. Mutu dianggap sebagai suatu hal yang membingungkan dan sulit untuk diukur. Mutu dalam pandangan seseorang terkadang bertentangan dengan mutu dalam pandangan orang lain. Sehingga tidak aneh jika ada dua pakar yang tidak memiliki kesimpulan yang sama tentang bagaimna cara menciptakan institusi yang baik.
B. Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan adalah suatu proses pemberian jasa atau pelayanan dibidang kesehatan, yang hasilnya dapat berupa hasil pelayanan yang bermutu sama sekali, tergantung proses pelaksanaan kegiatan pelayanan itu sendiri, sumber daya yang berkaitan dengan pelayanan itu dan factor lingkungan yang mempengaruhi dan menejemen mutu pelayanan.
Pelayanan kesehatan adalah uapaya berkesinambungan yang secara berpanjang dimulai dari upaya swahusada di rumah tangga dan kelompok masyarakat selanjutnya mengait kepada upaya provisional kesehatan dari yang bersifat dasar sampai dengan khusus yang canggih. (Depkes RI, 2006).
Pelayanan kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat. (Azrul Aswar, 1996)
Syarat pokok pelayanan kesehatan adalah
1. Tersedia dan berkesinambungan.
Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan serta keberadaannya dalam masyarakat.
2. Mudah dicapai
Ketercapaian yang dimaksud terutama dari sudut lokasi yaitu berapa daerah yang mudah dicapai oleh masyarakat umum.
3. Dapat diterima dengan wajar
Pelayanan kesehatan tidak bertentangan dengan kebudayaan, keyakinan, dan kepercayaan masyarakatserta bersifat wajar.
Pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu dapat memperhatikan berbagai aspek kehidupan dari berbagai pemakai jasa pelayanan kesehatan, yang kemudian antara setiap strata dengan strata lainnya dibagi beberapa strata untuk kemudian antara setiap strata dengan strata lainnya diikat dalam satu mekanisme hubungan kerja sehingga secara keseluruhan membentuk suatu kesatuan yang terpadu.
Secara umum strata ini dikelompokkanmenjadi tiga macam (Azrul Aswar, 1996)
a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama
Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan yang berifat pokok (basic Health service) yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat serta memilki nilai strategis untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
b. Pelayanan kesehatan tingkat ke dua
Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan tingkat ke dua adalah pelayanan kesehatan lebih lanjut, telah bersifat rawat inap penyelenggaraan dibutuhkan tersedianya dana-dana spesialis.
c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga
Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan tingkat ketiga adalah pelayanan kesehatan yang lebih kompleks dan umumnya diselenggarakan oleh tenaga-tenaga sub spesialis. Pelayanan kesehatan mencakup komponen pelayanan medis, pelayanan penuh medic, dan pelayanan perawatan. Pelayanan tersebut dilaksanakan melalui unit gawat darurat, unit rawat jalan, unit rawat inap, sesuai dengan perkembangan pelayanan kesehatan terutama pelaksanaan upaya penyembuhan, pemulihan yang dilaksanakan secara terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan. (Azhari, 2009, http://irwanashari.com/2009/03, diakses 21 juni 2010).
C. Mutu Pelayanan Kesehatan
1. Pengertian Mutu Pelayanan Ksehatan
Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata serata penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi. (Azrul Azwar, 1996).
Memenuhi dan melebihi kebutuhan serta harapan pelanggan melalui peningkatan yang berkelanjutan atas seluruh proses pelanggan meliputi, pasien, keluarga, dan lainnya yang datang untuk pelayanan dokter, karyawan. (Mary R. Zimmerman)
Pengertian mutu pelayanan kesehatan (Wijono, 1999) adalah
a. Penampilan yang sesuai atau pantas (yang berhubungan dengan standar) dari suatu intervensi yang diketahui aman, yang dapat memberikan hasil kepada masyarakat yang bersangkutan dan yang telah mempunyai kemampuan untuk menghasilkan pada kematian, kesakitan, ketidak mampuan dan kekurangan gizi (Romer dan Aquilar, WHO, 1988).
b. Donabedian 1980 cit, Wijono, 1999, menyebutkan bahwa kualitas pelayanan adalah suatu pelayanan yang diharapkan untuk memaksimalkan suatu ukuran yang inklusif dari kesejahteraan klaen sesudah itu dihitung keseimbangan antara keuntungan yang diraihdan kerugian yang semuanya itu merupakan penyelesaian proses atau hasil dari pelayanan diseluruh bagian.
c. Secara umum mutu pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan kesehatan yang sesuai standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit atau puskesmas secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai norma, etika, hukum, dan social budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah serta masyarakat konsumen.
Jadi yang dimaksud dengan mutu pelayanan kesehatan adalah menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dengan menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. makin sempurna kepuasan tersebut makin baik pula mutu pelayanan kesehatan. Sekalipun pengertian mutu yang terkait dengan kepuasan ini telah diterima secara luas namun penerapannya tidaklah semudah yang dipikirkan. Masalah pokok yang diterima ialah karena kepuasan bersifat subyektif tiap orang tergantung dari latar belakang yang dimiliki, dapat saja memiliki tingkat kepuasan yang berbeda untuk satu mutu pelayanan kesehatan yang sama. Disamping itu sering pula ditemukan pelayanan kesehatan yang sekalipun dinilai telah memuaskan pasien namun ketika ditinjau dari kode etik serta standar pelayanan profesi kinerja tetap tidak terpenuhi.
b. Batasan Mutu Pelayanan Kesehatan
Untuk membatasi perbedaan tingkat kepuasan setiap orang dalam menerima pelayanan kesehatan maka telah disepakati bahwa pembahasan tentang kepuasan pasien yang berkaitan dngan mutu pelayanan kesehatan mengenal paling tidak dua pembahasan yaitu
1. Pembahasan pada derajat kepuasan pasien
Pembahasan pertama yang telah disepakati adalah pada derajat kepuasan pasien. Untuk menghindari subjektifitas individual yang dapat mempersulit pelaksaan program menjaga mutu maka ditetapkan bahwa ukuran yang dipakai untuk mengukur kepuasan disini bersifat umum yakni sesuai dengan tigkat kepuasan rata-rata penduduk.
2. Pembahasan pada upaya yang dilakukan
Pembahasan kedua yang telah disepakati pada upaya yang dilakukan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien.Untuk melindungi kepentingan pemakai jasa pelayanan kesehatan, yang pada umumnya awam terhadap tindakan kedokteran ditetapkanlah upaya yang dilakukan tersebut harus sesuai dengan kode etik serta standar pelayanan provesi, bukanlah pelayanan kesehatan yang bermutu. Dengan kata lain dalam pengertian mutu pelayanan kesehatan tercakup pula kesempurnaan tata cara penyenglenggara sesuai dengan kode etik serta standar pelayanan profesi yang telah ditetapkannya.
c. Komponen Mutu Pelayanan Kesehatan
Berdasarkan defenisi (Komisi Pendidikan Administrasi Kesehatan Amerika Serikat) ditemukan 5 pokok factor yang berperan penting dalam menemukan keberhasilan menejemen kesehatan yaitu Masukan (Input), Proses (Process), keluaran (Output), Sasaran (Target), dampak (Impact)
1. Input
Input (Masukan) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan untuk dapat melaksanakan pekerjaan menejemen. Input berfokus pada system yang dipersiapkan dalam organisasi menejemen termasuk komitmen dan stakeholder lainnya. Proses serta kebijakan sarana dan prasarana fasilitas dimana pelayanan diberikan.
Ada tiga macam input:
1. Sumber adalah segala sesuatu yang dapat dipakai untuk menghasilkan barang atau jasa. Sumber ada 3 bagian yaitu
a. Sumber tenaga (labour resources) dibedakan atas tenaga ahli: dokter, bidan, dan perawat. Sedangkan tenaga tidak ahli: pesuruh, penjaga.
b. Sumber modal dibedakan menjadi modal bergerak (working capital): uang, giro. Dan modal tidak bergerak (fixet capital): bangunan, tanah, sarana kesehatan
c. Sumber alamiah adalah segala sesuatu yang terdapat di alam yang tidak termasuk sumber tenaga dan sumber modal.
2. Tata cara (procedures) adalah berbagai kemajuan dan ilmu ternologi kesehatan yang dimiliki dan yang diterapkan.
3. Kesanggupan (capacity) adalah keadaan fisik, mental, managerial, dan teknologi. Untuk organisasi yang tidak mencari keuntungan, macam imput ada 4M yaitu: Man, Money, Material, Method. Sedangkan untuk organisasi yang mencari keuntugan ada 6M yaitu: Man, Money, Material, Method, Machinery, Market.
2. Proses
Proses adalah langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Proses dikenal dengan nama fungsi menejemen. Pada umumnya proses ataupun fungsi menejemen merupakan tanggung jawab pimpinan. Pendekatan proses adalah semua metode dengan cara bagaimana pelayanan kesehatan dapat dilakukan.
Macam fungsi menejemen:
1. Menurut Komisi Pendidikan Administrasi Kesehatan Amerika Serikat ada 6 yaitu: Planing, Organising, Directing, Controling, Coordinating, Evaluation (PODCCE)
2. Menurut Freeman ada 6 yaitu: Planing, Actuating, Coordinating, Guidance, Freedom, Responsibility. (PACGFR)
3. Menurut George R. Terry ada 4 yaitu: Planing, Organising, Actuating, Controling. (POAC)
4. Menurut Barton ada 8 yaitu: Planing, Organizing, Stafing, budgeting, Implementing, coordinating, reporting, evaluation. (POSBICRE)
5. Menurut Luther M. Gullick ada 7 yaitu: planning, organizing, staffing, directing, coordinating, reporting, budgeting. (POSDCoRB)
6. Menurut Hendry Fayol ada 5: Planing, organizing, Commanding, coordinating, controlling. (POCCC).
Sedangkan fungsi manejemen yang utama adalah Planning termasuk penyusunan anggaran belanja
1. Organizing: termasuk susunan staff
2. Implementing: termasuk pengarahan, pengkoordinasian, bimbingan, penggerak dan pengawasan.
3. Penilaian: termasuk penyusunan laporan.
4. Output
Output adalah hasil dari suatu pekerjaan menejemen. Untuk menejemen kesehatan oautput dikenal dengan pelayanan kesehatan (health services). Hasil dari output adalah hasil pelaksanaan kegiatan. Output adalah hasil yang dicapai dalam jangka pendek misalnya akhir dari kegiatan pemasangan infuse, sedangkan outcome adalah hasil yang terjadi setelah pelaksanaan kegiatan jangka pendek misalnya phlebitis setelah 3x24 jam pemasangan infuse. Macam pelayanan kesehatan adalah upaya kesehatan perorangan (UKP), dan upaya kesehatan masyarakat (UKM)
a. Sasaran
Sasaran (Targe Group) adalah kepada siapa output yang dihasilkan, yakni upaya kesehata yang ditujukan:
1. UKP untuk perorangan
2. UKM untuk masyarakat (keluarga dan kelompok)
Macam–macam sasaran
1. Sasaran langsung (direct targer group)
2. Sasaran tidak langsung (indirect target group)
b. Impact
Dampak (impact) adalah akibat yang ditimbulkan oleh output. Untuk menejemen kesehatan dampak yang diharapkan adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan. Untuk peningkatan derajat kesehatan dapat tercapai jika kebutuhan (medis) dan tuntutan (dermatis) perorangan atau masyarakat dapat dipenuhi
1. Kebutuhan kesehatan (health needs)
Kebutuhan kesehatan bersifat objektif, karena itu pemenuhan bersifat mutlak .kebutuhan kesehatan sangat ditentukan oleh masalah kesehatan di masyarakat. Masalah kesehatan perorangan/keluarga yang penting adalah penyakit yang diderita. Masalah kesehatan masyarakat adalah status kesehatan masyarakat. Menurut Gordon dan Le Right (1950) penyakit/status kesehatan ditentukan oleh 3 faktor: Host, Agent, Environment. Upaya untuk menemukan kebutuhan masyarakat, perhatian harus ditujukan pada ketiga factor tersebut. apa bila penyebab penyakit diketahui baru dilanjutkan dengan tindak lanjut (solusi)
2. Tuntutan kesehatan (health demands)
Tuntutan kesehatan pada dasarnya bersifat subyektif, karena itu pemenuhannya bersifat fakultatif. Tuntutan kesehatan yang subyektif dipengaruhi oleh latar belakang indifidu (pendidikan, ekonomi, budaya, dsb). Tuntutan kesehatan sangat dipengaruhi oleh teknologi kedokteran.
d. Indikator Penilaian Mutu Pelayanan Kesehatan
Indikator penilaian mutu pelayanan kesehatan yaitu:
1. Indikator yang mengacu pada aspek medis.
2. Indikator mutu pelayanan tingkat efesiensi Rumah Sakit
3. Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien
4. Indikator mutu yang berkaitan dengan tingkat kepuasan pasien
Kebijakan dalam menjamin mutu pelayanan kesehatan mencakup:
1. Peningkatan kemampuan mutu pelayanan kesehatan,
Upaya ini melalui pengembangan dan pemantapan jejaring pelayanan kesehatan dan rujukan serta penetapan pusat-pusat unggulan sebagai pusat rujukan (top referral)
2. Penetapan dan penerapan berbagai standar dan pedoman
Yaitu dengan memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terkini dan standar-standar internasional
3. Peningkatan sumber daya manusia
Upaya ini diarahkan pada peningkatan profesionalisme mencakup kompetensi, moral dan etika.
4. Penyelenggaraan quality assurance
Untuk mengendalikan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan disertai dengan evidence based parcipytatory continuous quality improvement.
5. Peningkatan public
Yang diarahkan pada pencapaian akreditasi untuk berbagai aspek pelayanan kesehatan.
6. Peningkatan public
Peningkatan public private mix dalam mengatasi berbagai promlem pelayanan kesehatan
7. Peningkatan kerja sama dan koordinasi
Yang dilakukan berbagai pihak yang berkepentingan dalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
8. Peningkatan peran serta masyarakat.
Termasuk swasta dan organisasi profesi dalam penyelenggaraan dan pengawasan pelayanan kesehatan.
e. Strategi Peningkatan Mutu Pelayanan.
Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam pendekatan unntuk mencapai pelayanan prima melalui peningkatan mutu pelayanan yaitu sebagai berikut:
1. Pelanggan dan harapannya
Harapan pelanggan mendorong upaya peningkatan mutu pelayanan. Organisasi pelayanan kesehatan mempunyai banyak pelanggan potensial. Harapa mereka harus diidentifikasi dan diprioritaskan lalu membuat criteria untuk menilai kesuksesan.
2. Perbaikan kinerja
Bila harapan pelanggan telah diidentifikasi langkah selanjutnya adalah menidentifiksikan dan melaksanakan kinerja staf dan dokter untuk mencapai untuk mencapai konseling, adanya penguatan, dan pemberian reward.
3. Proses perbaikan
Proses perbaikan juga penting. Sering kali kinerja disalahkan karena masalah pelayanan dan kepuasan pelanggan pada saat pelayanan. Dengan melibatkan staf dalam proses pelayanan maka dapat diidentifikasi masalah proses yang dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan, mendiagnosis penyebab, mengidentifikasi, dan menguji pemecahan atau perbaikan.
4. Budaya yang mendukung perbaikan terus menerus
Untuk mencapai pelayanan prima diperlukan organisasi yang tertib. Itulah sebabnya perlu untuk memperkuat budaya organisasi sehingga dapat mendukung peningkatan mutu. Untuk dapat melakukannya, harus sejalan dengan dorongan peningkatan mutu pelayanan terus-menerus.
Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan agar lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat, maka perlu dilaksanakan berbagai upaya. Upaya ini harus dilakukan secara sistematik, konsisten dan terus menerus.
f. Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan Mencakup
1. Penataan organisasi
Penataan organisasi menjadi organisasi yang efisien, efektif dengan struktur dan uraian tugas yang tidak tumpang tindih, dan jalinan hubungan kerja yang jelas dengan berpegang pada prinsip organization through the function.
2. Regulasi peraturan perundangan
Pengkajian secara komprehensif terhadap berbagai peraturan perundangan yang telah ada dan diikuti dengan regulasi yang mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut di atas.
3. Pemantapan jejaring
Pengembangan dan pemantapan jejaring dengan pusat unggulan pelayanan dan sistem rujukannya akan sangat meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan kesehatan, sehingga dengan demikian akan meningkatkan mutu pelayanan.
4. Standarisasi
Standarisasi merupakan kegiatan penting yang harus dilaksanakan, meliputi standar tenaga baik kuantitatif maupun kualitatif, sarana dan fasilitas, kemampuan, metode, pencatatan dan pelaporan dan lain-lain. Luaran yang diharapkan juga harus distandarisasi.
5. Pengembangan sumber daya manusia
Penyelenggaraan berbagai pendidikan dan pelatihan secara berkelanjutan dan berkesinambungan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang profesional, yang kompeten dan memiliki moral dan etika, mempunyai dedikasi yang tinggi, kreatif dan inovatif serta bersikap antisipatif terhadap berbagai perubahan yang akan terjadi baik perubahan secara lokal maupun global.
6. Quality Assurance
Berbagai komponen kegiatan quality assurance harus segera dilaksanakan dengan diikuti oleh perencanaan dan pelaksanaan berbagai upaya perbaikan dan peningkatan untuk mencapai peningkatan mutu pelayanan. Data dan informasi yang diperoleh dianalisis dengan cermat (root cause analysis) dan dilanjutkan dengan penyusunan rancangan tindakan perbaikan yang tepat dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan. Semuanya ini dilakukan dengan pendekatan “tailor’s model“ dan Plan- Do- Control- Action (PDCA).
7. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan dengan membangun kerjasama dan kolaborasi dengan pusat-pusat unggulan baik yang bertaraf lokal atau dalam negeri maupun internasional. Penerapan berbagai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut harus dilakukan dengan mempertimbangkan aspek pembiayaan.
8. Peningkatan peran serta masyarakat dan organisasi profesi
Peningkatan peran organisasi profesi terutama dalam pembinaan anggota sesuai dengan standar profesi dan peningkatan mutu sumber daya manusia.
9. Peningkatan kontrol sosial
Peningkatan pengawasan dan kontrol masyarakat terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan akan meningkatkan akuntabilitas, transparansi dan mutu pelayanan.
g. Jamkesmas
Jamkesmas adalah program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyrakat miskin dan tidak mampu program ini diselenggarakan secara nasional agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin.
Jamkesmas adalah dana bantuan social yang pembayarannya berasal dari Negara melalui bank yang ditujukan kerumah sakit yang telah ditentukan dan dilakukan dalam bentuk paket pelayanan kesehatan (pengobatan) berdasarkan klaim.
1. Fasilitas Jamkesmas
Fasilitas dan pelayanan yang diberikan oleh Jamkesmas adalah: Pelayanan di puskesmas dan jaringannya
a. Rawat jalan tingkat 1 dilaksanakan pada puskesmas dan jaringannya dalam atau luar gedung meliputi:
1. Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan
2. Laboratorium sederhana (darah, urine, feses rutin)
3. Tindakan medis kecil
4. Pemeriksaan dan pengobatan gigi termasuk cabut dan tambal
5. Pemeriksaan ibu hamil. Ibu nifas, ibu menyusui, bayi dan balita
6. Pelayanan KB dan penanganan efek samping (alat kontrasepsi)
7. Pemberian obat
b. Rawat inap tingkat 1 dilaksanakan pada puskesmas perawatan meliputi
1. Akomodasi rawat inap
2. Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan
3. Lab sederhana
4. Tindakan medis kecil
5. Pemberian obat
6. Persalinan normal dan dengan penyulit
c. Persalinan normal yang dilakukan di puskesmas non perawatan/bidan desa /polindes/rumah pasien/BPS.
d. Pelayanan gawat darurat
1. Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit
a. Rawat jalan tingkat lanjutan
b. Rawat inap tingkat lanjutan dilaksanakan pada ruang perawatan kelas tiga
c. Pelayanan gawat darurat
2. Pelayanan yang dibatasi
a. Kaca mata dengan nilai maksimal 50,000 berdasarkan resep dokter
b. Alat Bantu dengar dengan berdasarkan harga yang paling murah
c. Alat Bantu gerak berdasarkan harga yang paling efisien
d. Pelayanan penunjang diagnosa canggih diberikan hanya pada kasus lifesaving
2. Apa yang tidak ditanggung oleh Jamkesmas
Yang tidak ditanggung Jamkesmas:
a. Pelayanan yang tidak sesuai prosedur
b. Bahan,alat dan tindakan yang bertujuan untuk kosmetika
c. General cek up
d. Protesis gigi tiruan
e. Pengobatan alternative dan pengobatan lain yang belum terbukti secara ilmiah
f. Rangkaian pemeriksaan, pengobatan dan tindakan dalam upaya mendapatkan keturunan termasuk bayi tabung dan pengobatan impotensi
g. Pelayanan kesehatan pada masa tanggap darurat bencana alam
h. Pelayanan kesehatan yang diberikan pada kegiatan bakti social
3. Kriteria Maskin (BPS)
Ada 14 kriteria maskin menurut BPS antara lain:
a. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2/orang
b. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan
c. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester
d. Tidak memiliki fasilitas BAB/bersama-sama dengan rumah tangga orang lain
e. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik
f. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan
g. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang garing minyak tanah
h. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam 1x dalam seminggu
i.Hanya membeli 1 stel pakaian baru dalam 1 tahun
j. Hanya sanggup makan sebanyak 1-2 x/hari
k. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di Puskesmas atau poliklinik
l. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 0,5 Hectar, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, perkebunan/pekrjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp 600.000/bln
m. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD
n. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp 500.000,seperti:sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor/barang modal lainnya.
4. Cara Rujukan Jamkesmas
Prosedur untuk memperoleh pelayanan kesehatan bagi peserta, sebagai berikut:
1. Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan dasar berkunjung ke Puskesmas dan jaringannya.
2. Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, peserta harus menunjukkan kartu yang keabsahan kepesertaannya merujuk kepada daftar masyarakat miskin yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota setempat. Penggunaan SKTM hanya berlaku untuk setiap kali pelayanan kecuali pada kondisi pelayanan lanjutan terkait dengan penyakitnya.
3. Apabila peserta Jamkesmas memerlukan pelayanan kesehatan rujukan, maka yang bersangkutan dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan disertai surat rujukan dan kartu peserta yang ditunjukkan sejak awal sebelum mendapatkan pelayanan kesehatan, kecuali pada kasus emergency.
4. Pelayanan rujukan sebagaimana butir ke-3 (tiga) di atas meliputi :
a. Pelayanan rawat jalan lanjutan (spesialistik) di Rumah Sakit, BKMM/ BBKPM /BKPM/BP4/BKIM.
b. Pelayanan Rawat Inap kelas III di Rumah Sakit
c. Pelayanan obat-obatan
d. Pelayanan rujukan spesimen dan penunjang diagnostic
5. Untuk memperoleh pelayanan rawat jalan di BKMM/BBKPM/BKPM/ BP4/BKIM dan Rumah Sakit peserta harus menunjukkan kartu peserta atau SKTM dan surat rujukan dari Puskesmas di loket Pusat Pelayanan Administrasi Terpadu Rumah Sakit (PPATRS). Kelengkapan berkas peserta diverifikasi kebenarannya oleh petugas PT Askes (Persero). Bila berkas sudah lengkap, petugas PT Askes (Persero) mengeluarkan Surat Keabsahan Peserta (SKP), dan peserta selanjutnya memperoleh pelayanan kesehatan
6. Untuk memperoleh pelayanan rawat inap di BKMM/BBKPM/BKPM/ BP4/BKIM dan Rumah Sakit peserta harus menunjukkan kartu peserta atau SKTM dan surat rujukan dari Puskesmas di loket Pusat Pelayanan Administrasi Terpadu Rumah Sakit (PPATRS). Kelengkapan berkas peserta diverifikasi kebenarannya oleh petugas PT Askes (Persero). Bila berkas sudah lengkap, petugas PT Askes (Persero) mengeluarkan SKP dan peserta selanjutnya memperoleh pelayanan rawat inap.
7. Pada kasus-kasus tertentu yang dilayani di IGD termasuk kasus gawat darurat di BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM dan Rumah Sakit peserta harus menunjukkan kartu peserta atau SKTM dan surat rujukan dari Puskesmas di loket Pusat Pelayanan Administrasi Terpadu Rumah Sakit (PPATRS). Kelengkapan berkas peserta diverifikasi kebenarannya oleh petugas PT Askes (Persero). Bila berkas sudah lengkap, petugas PT Askes (Persero) mengeluarkan surat keabsahan peserta. Bagi pasien yang tidak dirawat prosesnya sama dengan proses rawat jalan, sebaliknya bagi yang dinyatakan rawat inap prosesnya sama dengan proses rawat inap sebagaimana item 5 dan 6 diatas.
8. Bila peserta tidak dapat menunjukkan kartu peserta atau SKTM sejak awal sebelum mendapatkan pelayanan kesehatan, maka yang bersangkutan di beri waktu maksimal 2 x 24 jam hari kerja untuk menunjukkan kartu tersebut. Pada kondisi tertentu dimana yang bersangkutan belum mampu menunjukkan identitas sebagaimana dimaksud diatas maka Direktur RS dapat menetapkan status miskin atau tidak miskin yang bersangkutan. Yang dimaksud pada kondisi tertentu pada butir 8 diatas meliputi anak terlantar, gelandangan, pengemis, karena domisili yang tidak memungkinkan segera mendapatkan SKTM. Pelayanan atas anak terlantar, gelandangan, pengemis dibiayai dalam program ini.
5. Persyaratan Pemegang Jamkesmas
a. Kartu Askeskin asli (harus ditunjukkan ke petugas) pendaftaran
b. Rujukan puskesmas setempat
c. Surat rujukan dari RSUD
d. Surat pengantar dari kantor Dinas social dan dinas kesehatan kabupaten/kota
e. Foto copy kartu keluarga
f. Foto copy KTP pasien atau orang tua pasien jika pasien < 17 tahun
6. Persyaratan Surat Keterangan Tidak Mampu
a. SKTM yang ditada tangani oleh RT/RW dan Lurah sesuai dengan alamat di KTP yang masih berlaku
b. Surat keterangan dari Dinas Sosial Kabupaten
c. Rujukan puskesmas setempat
d. Surat rujukan dari RSUD
e. Surat pengantar dari kantor Dinas social dan dinas kesehatan kabupaten/ kota
f. Foto copy kartu keluarga
g. Foto copy KTP pasien atau orang tua pasien jika pasien < 17 tahun
7. Prosedur Berobat
a. Membawa persyaratan administrasi berobat rawat jalan
b. Mengurus surat jaminan pelayanan (SJP) di unit pelayanan pasien jaminan (UPPJ)
c. Menuju ke poliklinik/unit pelayanan yang dituju
h. Tinjauan Umum Tentang Variabel Yang Diteliti
1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang telah melakukan penginderaaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yakni: indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui pelinglihatan (mata) dan pendengaran (telinga). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior), pengetahuan yang mencakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu: (Nothoatmojdo S. 2003:25)
a. Pengetahuan (knowledge)
Tahu merupakan tingkt-tingkat pengetahuan yang paling rendah, dimana seseorang mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya sehingga ia mampu menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan apa-apa yang telah dipelajarinya.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi/Penerapan (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut serta dapat menganalisis hubungan satu dengan yang lainnya.
e. Sintesis (synthetis)
Sintesis adalah menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau dengan kata lain suatu kemampuan untuk menyusun satu formasi baru dari formasi-formasi yang sudah ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Merupakan tingkat pengetahuan yang paling tertinggi, dimana ada kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi berdasarkan criteria yang telah ditentukan sendiri.
Tidak semua pengelaman berkembang menjadi pengetahuan. Untuk dapat berkembang menjadi pengetahuan, subjek yang mengalami sesuatu perlu memiliki minat dan rasa ingin tahu tentang apa yang dialaminya. Minat mengarah perhatian terhadap hal-hal yang dianggap penting untuk diperhatikan. Ini berarti dalam kegiatan mengetahui sebenarnya selalu sudah termuat unsur penilaian (J. Sudarminta EpidemologiDasar : 37).
2. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang msih tertutup dari sesuatu terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap dapat dilakukan dalam bentuk perilaku nyata atau dalam perilaku verbal yang dikemukakan seseorang .sikap tidak dapat diobservasi secara langsung.
Menurut Newcomb, seorang ahli psikologi social, menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan suatu tindakan, akan tetapi merupakan pre-disposisi tindakan suatu perilaku. Sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. (Nothoatmodjo S,. 2003).
Allport (1954) menjelaskan sikap mempunyi 3 komponen pokok yaitu sebagai berikut:
1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi memegang peran penting.Suatu contoh misalnya seorang ibu telah mendengarkan penyakit polio (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya, dan sebagainya. (Notoatmdjo, 2003:79)
Usaha mengetahui sikap seseorang dalam membentuk penerimaan suatu masalah maka dapat di bagi tingkatannya, yaitu:
1) Menerima (reciving)
Seseorang (subyek)mau dan memperhatikan stimulus yang di berikan (obyek).
2) Merespon (responding)
Bila telah mampu memberikan suatu perhatian dan berpartisipasi dalam masalah tersebut.
3) Mengahargai (valuing)
Bila telah mampu menilai karena telah menghayati permasalahan dan melaksanakanya.
4) Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah di pilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
3. Presepsi
Presepsi adalah proses mental yang menghasilkan bayangan pada diri individu, sehingga dapat mengenai suatu obyek dengan jalan asosiasi pada suatu ingatan tertentu, baik secara indra penglihatan, indra peraba dan sebagainya, sehingga bayangan itu dapat di sadari. Bootzin 1991 (M. Quarisy Mathar, 2003).Pesepsi adalah usaha untuk menggambarkan obyek atau peristiwa di dunia berdasarkan rangsangan yang masuk dan pengetahuan yang di miliki sebaliknya.
Secheer (1954) dalam saerwono (2003), presepsi adalah representasi fenomenal tentang obyek distal sebagai hasil pengorganisasian obyek distal itu sendiri, medium dan rasang proksimal.
Menurut Vesthzail Rivai (2003), presepsi adalah suatu proses yang ditempuh individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indra merka agar memberikan makna bagi lingkungan mereka. Individu mempresepsikan suatu benda yang sama secara berbeda beda.
Hal ini di pengaruhi oleh beberapa factor yaitu :
a. Faktor yang ada pada pelaku presepsi (perceiver) seperti sikap, motif kepentingan atau minat, pengalaman dan pengaharapan individu.
b. Faktor yang ada pada obyek atau target yang dipresepsikan yang meliputi hal baru, gerakan, bunyi, ukuran, latar belakang dan kedekatan.
c. Faktor konteks situasi dimana presepsi itu di lakukan yang meliputi waktu, keadaan tempat dan keadaan sosial.
Ari menurut Barlyane (1957) dalam Sarwono (2003), presepsi dalam proses berpikir di bedakan menjadi empat aspek mencakup:
a. Hal-hal yang diamati dari sebuah rangsangan bervariasi tergantung pada keseluruhan, dimana rangsangan tersebut menjadi bagianya.
b. Prespsi bervariasi dari orang ke orang, dan dari waktu ke waktu
c. Presepsi bervariasi tergantung dari arah (focus) alat-alat indra.
d. Presepsi cenrung berkembang kearah tertentu dan sekali terbentuk kecendrungan itu biasanya akan menetap.
Menurut Burner (1957), presepsi adalah proses kategorisasi. Organisme di rangsang oleh suatu masukan tertentu (obyek-obyek) yang berasal dari luar peristiwa dan lain-lain dan organism tersebut berespon dengan menghubungkan masukan itu dengan salah satu kategori (golongan) obyek-obyek peristiwa, proses menghubungkan ini adalah proses yang aktif dimana individu yang bersangkutan dengan sengaja mencari kategori yang tepat sehingga ia dapat mengenali atau member arti pada masukan tersebut sehingga presepsi dapat bersifat inferensial (menarik kesimpulan) (Sarwono, 2003).
Menurut Festinger (1950) dalam Sarwono (2003), presepsi di hubungkan dengan proses penilaian pada suatu pendapat obyek. Proses penilaian tersebut orang akan menggunakan ukuran-ukuran yang bersifat obyektif (realitas obyektif) terutam pada suatu pendapat yang dikeluarkan orang lain sebagai dasar penilaian selama ada kemungkinan untuk melakukan hal tersebut.
Pelaksanaan dalam hubungan interpersonal, seorang mengamati dan menginterprestasi perelaku atau tindakan orang lain. Dalam mengiterprestasi tindakan orang lain itu dilakukan analisis secara sederhana (naïf) dan dalam analisi itu dicari sifat-sifat bawaan (dispotitionan properties) dari orang yang sedang diamati tersebut. Sifat-sifat bawaan adalah factor-faktor yang mendasari perilaku seseorang yang tidak berubah ubah (permanent). Sifat-sifat bawaan inilah yang membuat perilau orang dapat di perkirakan, stabil dan dapat di kendalikan (Sarwono, 2003).
Menurut Krech dan Cruchfeild (1984), proses presepsi di pengaruhi oleh dua factor yaitu : (Sarwono, 2003)
a. Variabel stuktural
Merupakan factor-faktor yang terkandung dalam rangsangan fisik dan proses neorofisiologik
b. Variabel fungsional
Merupakan factor-faktor yang terdapat dalam diri si pengamat seperti kebutuhan (needs), suasana hati (moods),pengalaman masa lampau dan sifat-sifat individu lainnya.
i. Kerangka Konsep
1. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti
Pelaksanaan program Jamkesmas dilaksanakan sebagai amanat UUD 1945 Pasal 28H ayat (1), yang menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Selain itu berdasarkan UUD 1945 Pasal 34 ayat (3) dinyatakan bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Pada UUD 1945 Pasal 34 ayat (2) mengamanatkan negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan dimasukkannya Sistem Jaminan Sosial dalam perubahan UUD 1945, dan terbitnya Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), menjadi suatu bukti yang kuat bahwa pemerintah dan pemangku kepentingan terkait memiliki komitmen yang besar untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatnya. Karena melalui SJSN sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial pada hakekatnya bertujuan untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
Program Jamkesmas memberikan perlindungan sosial di bidang kesehatan untuk menjamin masyarakat miskin dan tidak mampu yang iurannya dibayar oleh pemerintah agar kebutuhan dasar kesehatannya yang layak dapat terpenuhi. Iuran bagi masyarakat miskin dan tidak mampu dalam Program Jamkesmas bersumber dari Anggaran Pengeluaran dan Belanja Negara (APBN) dari mata anggaran kegiatan belanja bantuan sosial. Pada hakikatnya pelayanan kesehatan terhadap peserta menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan bersama oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota berkewajiban memberikan kontribusi sehingga menghasilkan pelayanan yang optimal. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana Sikap, Pengetahuan, dan Persepsi Masyarakat Kecamatan Insana Barat tentang Pelayanan Jamkesmas yang dapat memberikan kepuasan.
3. Defenisi Konseptual
a. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimikilinya, (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya pada watu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek atau dalam hal ini Pelayanan Kesehatan Jamkesmas yang dilakukan petugas kesehatan kepada pasien.
b. Sikap
Sikap yang dimaksut dalam penelitian ini adalah Tanggapan (pendapat atau penilaian) masyarakat terhadap pelayanan yang didapatkan.
c. Persepsi
Persepsi adalah untuk mengambarkan objek atau peristiwa di dunia berdasarkan rangsangan yang masuk dan pengetahuan yang dimiliki setelah mendapatkan pelayanan Jamkesmas.
d. Mutu Pelayanan
Segala bentuk aktivitas yang dilakukan guna memenuhi dan memuaskan konsumen.
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif yang bertujuan untuk menggali informasi yang sedalam-dalamnya tentang Pengetahuan penggunaan kartu jamkesmas pada pasien pengguna Jamkesmas di Puskesmas Mamsena.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi dalam penelitian ini adalah Puskesmas Mamsena Kec. Insana Barat Kab.Timor Tengah Utara Prov. Nusa Tenggara Timur.Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 18 Desember 2013 sampai tanggal 20 Januari 2013.
C. Pemilihan Informan
Informan dalam penelitian ini adalah peserta jamkesmas yang berdomisili di Kecamatan Insana Barat dan termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas Mamsena.
D. Metode Pengumpulan Data atau Informasi
Untuk memperoleh data atau informasi yang benar dan valit, dilakukan cara triangulasi data, yaitu pengambilan data dari berbagai sumber dilapangan. Metode pengumpulan data yang digunakan sebagai berikut:
1. Data Primer
a. Wawancara mendalam
Diperoleh dari wawancara mendalam dilakukan pada informan yaitu masyarakat yang menggunakan jamkesmas, yang dilakukan di rumah masyarakat, kunjungan ke rumah masyarakat (door to door). Penentuan informan peserta jamkesmas dengan membuka data base pengguna jamkesmas dan membuka daftar kunjungan pasien yang mnggunakan jamkesmas, kemudian memilih peserta yang memenuhi kriteria sebagai informan.
b. Pengamatan atau observasi
Dilakukan dengan cara peneliti berada di lokasi penelitian dan mencatat serta mengamati hal-hal atau kejadian yang sejalan dengan masalah penelitian sesuai dengan format observasi.
C. Pemeriksaan Dokumen atau arsip
Analisis dokumen dilakukan untuk mengumpulkan data yang bersumber dari arsip dan dokumen yang besaral dari puskesmas. Dokumen yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah dokumen resmi yang berisikan informasi.
2. Data Sekunder
Diperoleh melalui bagian informasi dan pencatatan atau Buku register peserta jamkesmas di Puskesmas Mamsena tahun 2013.
E. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpul data yang digunakan untuk mencari dan menggali informasi serta bukti yang mendukung indicator dan variabel yang diteliti, terdiri dari :
a. Dokumen dan arsip yang tersedia di puskesmas untuk memberikan informasi pencatatan dan media komunikasi yang digunakan
b. Wawancara mendalam untuk aspek pelayanan medik menggunakan panduan wawancara.
F. Analisis Data
Data yang dikumpulkan baik melalui wawancara mendalam dan pencatatan dokumen dikumpulkan dan dianalisis dengan membuat interpretasi antara hasil penelitian dengan berbagai teori, dan hasil penelitian yang terkait mengacu pada teknik analisis mengikuti petunjuk dari Miles dan Huberman (1992), dilakukan melalui tiga jalur sebagai berikut:
1. Reduksi data
Proses pemilihan, pemusatan, penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang ditemukan di lapangan. Dengan kata lain, pada tahap ini dilakukan analisis untuk menggolongkan, membuang data yang tidak perlu, mengarahkan dan mengorganisasi data.
2. Penyajian data
Menyajikan data yang telah dianalisis pada alur pertama dan kemudian disajikan dalam bentuk teks narasi
3. Penarikan kesimpulan
Mencapai makna benda-benda dan peristiwa pola-pola dan alur sebab akibat untuk membangun proposisi. Kemudian analisis yang digunakan adalah analisis domain guna memperoleh gambaran seutuhnya dari obyek yang diteliti, tanpa harus diperinci secara detail unsur-unsur yang ada dalam keutuhan obyek penelitian tersebut.
G. Keabsahan Data
Dalam menguji keabsahan data peneliti menggunakan teknik trianggulasi, yaitu pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Menurut Moloeng (2007:330), trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik trianggulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya. Trianggulasi dilakukan melalui wawancara, observasi langsung dan observasi tidak langsung.
1. Observasi langsung, yaitu pengamatan yang dilakukan terhadap petugas kesehatan kepada pasien pengguna jamkesmas, ini dilakukan sendiri oleh peneliti dengan turun langsung ke Puskesmas.
2. Melihat pencatatan, dengan melakukan telaah dokumen yang berhubungan dengan pelayanan Jamkesmas, meliputi cakupan kunjungan pasien yang mnggunakan jamkesmas dan pasien yang tidak mrnggunakan jamkesmas, dan jenis-jenis pelayanan kesehatan yang diperoleh pasien jamkesmas saat memeriksakan kesehatan.
3. Wawancara mendalam dilakukan terhadap informan yang menggunakan jamkesmas kemudian di bandingkan dengan informan yang tidak mnggunakan jamkesmas.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 18 Desember 2013 sampai 20 Januari 2014 di wilayah kerja Puskesmas Mamsena karena pengetahuan masyarakat di Kecamatan Insana Barat yang masih minim. Ini bisa di katakan kejadian yang fantasi, dikarenakan petugas kesehatan di puskesmas Mamsena tidak memberikan sosialisasi terlebih dahulu sebelum pembagian kartu jamkesmas kepada masyarakat.
Teknik pengambilan data dalam penelitian ini adalah melalui wawancara mendalam dengan jumlah informan sebanyak orang dari masyarakat 5 (FH, PN, MO, MS, MH). Dari hasil wawancara dari hasil penelitian ini maka diperoleh informasi umur informan dalam penelitian ini dilakukan berkisar antara umur 35-48 tahun dengan jenis kelamin informan dalam penelitian ini yaitu 3 orang Laki-laki dan 2 orang perempuan.
1. Variabel yang diteliti
a. Informasi mengenai Pengetahuan
Pengetahuan informan tentang jamkesmas tidak jauh beda dengan informan lainnya. Sebagian informan yang diwawancarai ketika ditanya tentang apa itu jamkesmas. Jawaban informan lebih banyak menjelaskan bahwa jamkesmas adalah kartu untuk berobat gratis, seperti pernyataan informan sebagai berikut:
“... Hao au uhian, Nan het paek ne no tamaolot kaisat baen...” (iya,,, saya tahu,, itu di pakai klau berobat jangan bayar) (FH, 20 Desember 2013).
“.....jamkesmas nane sulat het paek no tamaol gratis to?..” (...Jamkesmas itu kartu yang digunakan untuk berobat gratis to?..” (PN, 20 Desember 2013)
“.....Au uhian, na het paekne he on le tamaol tabal uem menas ato puskesmas kaisat baen. (saya tahu, itu di pakai, supaya seperti mau berobat di rumah sakit atau puskesmas jangan bayar).” (MO, 06 Januari 2014)
“....le sulat i au ka uhinefa, me au nen noko au biakina nakam het paekne on le het nao tamaol na’ teke nakam on he kaisat baen....(yang kartu ini saya tidak tahu, tapi saya dengar dari saya punya tetangga bilang mau pake seperti mau pigi berobat pegang bawa supaya biar jangan bayar)..” (MS, 9 Januari 2014)
“...Menurut au jamkesmas le nan het paek ne tamaol gratis, kaisat baen. (menurut saya jamkesmas itu di pakai supaya bisa berobat gratis, jangan bayar)...” (MH, 12 januari 2014)
2. Pemahaman dan Aplikasi
Dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan peneliti mengenai pemahaman tentang jamkesmas, maka 3 orang informan dapat menjelaskan dengan baik dan telah menggunakan jamkesmas dalam pelayanan di puskesmas sedangkan 2 orang informan tidak dapat menjelaskan dan tidak menggunakan jamkesmas dalam pelayanan di puskesmas hal tersebut dikerenakan faktor usia dan pendidikan yang minim. Seperti jawaban informan berikut:
“...hao au uhine, nan nakam jaminan kesehatan neo masyarakat miskin...” (iya saya tahu itu, itu bilang Jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin...) (PN, 20 Desember 2013).
“....au uhian, nan in arti nakam jaminan kesehatan masyarakat to?” (iya saya tahu, itu artinya jaminan kesehatan masyarakat to?) (MO, 6 Januari 2014).
“..hao au uhine, nan nakam Jaminan kesehatan Mayarakat...” (iya, saya tahu, itu bilang Jaminan Kesehatan Masyarakat) (MH, 12 Januari 2014)
Dari pernyataan informan di atas bapak PN, MO, dan ibu MH, telah mengetahui, memahami dan mengaplikasikan pengunaan jamkesmas dengan baik, namun hal tersebut kurang memuaskan informan dalam pelayanan yang di dapatkan di puskesmas mamsena seperti pengurusan atministrasi yang menunda-nunda bagi pengguna jamkesmas dan memberikan pelayanan pengobatan yang tidak sesuai dengan keluhan dari peserta.
b. Informasi mengenai sikap
Dari wawancara yang dilakukan peneliti terhadap pertanyaan yang diajukan, mengenai sikap menerima maka informan menanggapinya dengan jawaban yang sama yaitu menerimanya secara baik, hal tersebut dikarenakan faktor ketidak mampuan informan dalam biaya pengobatan. Seperti jawaban informan sebagai berikut:
“...hao. kalu hai kam simgefa hai i atoin ama muit, nakam mui le sulat i...”
(iya, kalau kami tidak terima, sedangkan kami ini orang miskin, bilangnya harus punya ini kartu) (FH, 20 Desember 2013)
“....hao, kalu fe kai le nan haim simo, fun neo lo he hai paekne mimaol..”
(iya, kalau kasih yang itu kami terima, agar kami bisa gunakan saat berobat) (PN, 20 Desember 2014)
“..hao, hai atoin asul on le i haim toet le sulat i’
“iya, kami orang miskin sangat membutuhkan kartu ini) (MO, 6 Januari 2014)
“..hao lo kalu fe kai haim simo, me kalu mak het baen au ka lomef”
(iya, kalau kasih, kami tetap terima, tapi kalau bilang mau banyar saya tidak mau) (MS, 9 Januari 2014)
“.....hao hai tetapam simo fun neo nan noko pemerintah etan fesin”
(iya, kami tetap terima, karena itu pemberian dari pemerintah)
(MH, 12 Januari 2014)
Dari hasil wawancara mengenai cara pelayanan yang diberikan maka dari jawaban 3 orang informan menyatakan tidak puas karena pelayanan yang kurang memadai, dan 2 orang informan tidak mengetahuinya, hal tersebut di karenakan memilih pengobatan di lakukan dengan menggunakan obat tradisional. Seperti halnya jawaban informan sebagai berikut:
“.... au ka uhinef, fun au ka biasafa he umaol ubal uem menas”
(saya tidak tahu, karena saya tidak berobat di puskesmas.
(FH, 20 Desember 2013)
“....kalu paek jamkesmas lof te nai hit tamaol tamuin, klau naem le atone ka namfau lof labaha”
(kalau memakai jamkesmas sampai disana kita berobat terakhir, kalau seidikit orang yang berobat itu baru cepat” (PN, 20 Desember 2013)
“....he kalu tamaol lo onaha le nan, nanesa kit nok le ka apaek jamkesmas sin, namnesaha..”
(kalau berobat begitu-begitu saja, kasih sama kita dengan yang tidak menggunakan jamkesmas, sama saja) (MO, 6 Januari 2014).
“...au moet ka naofa on uem menas, au ka uhianfa le nan..”
(saya biasa tidak ke puskesmas, makanya saya tidak tahu soal itu) (MS, 9 Januari 2014)
“....moetan siom kit nek alekot, me fe esat moe kitam he tamalot tapeh, fun neo pao lo leo..”
(biasanya terima kita dengan bai, tapi terkadang buat kita mau berobat jadi malas karena terlalu lama..)
Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti mengenai tanggapan cara pelayanan yang diberikan petugas kepada pasien yang menggunakan jamkesmas, terdapat jawaban informan yang sama dari informan yang satu dengan yang lain, yang menyatakan ketidak puasan terhadap pelayanan yang di dapatkan, seperti jawaban informan sebagaiberikut:
“...he kalu nao umaol lo su lab e,,, au te naem le pao lot lo upehlen, makanya au ka naofa he umaol ubal uem menas..”
(kalau mau pergi berobat seharusnya cepat, saya sampai disana tunggu lama yang buat saya malas, makanya saya tidak biasa berobat di Puskesmas) (FH, 20 Januari 2013)
“.....le abitin uem menas moe lo kaisa bet, harus napen hai i atoin asusal..”
(petugas di puskesmas tidak boleh pilih-pilih, harus lihat kami ini orang miskin) (PN, 20 Desember 2013)
“....kalu namaol kai lo on le namaol in aun nonon nok atoni bian, kasisa namaol kai lo onaha le nan..”
(kalau kasih berobat kami sama seperti dia berobat dirinya sendri dan orang lain, jangan kasih berobat begitu-begitu saja)
(MO, 6 Januari 2014)
“....kalu he namaol kai lo mimaol lek-leko, hai im sat atone..”
(kalau kasih berobat kami, kasih berobat yang baik, kami ini juga manusia) (MS, 9 Januari 2014)
“.....kalu he mimaol, lo mi maol lek leko, kaisam paom ten, hitat manik het maet, me lo kana hinenaf..:”
(kalau mau kasih berobat, ya kasih berobat yang baik, jangan tunggu lagi, kitaa sakit mau mati, tapi mereka tidak tahu hal itu..) (MH, 12 Januari 2014)
c. Informasi Mengenai Persepsi
Dari hasil wawancara mengenai penggunaan jamkesmas yang masih terus berlanjut, terdapat jawaban informan yang sama, yaitu memilih tidak menggunakan jamkesmas, dikarenakan pelayanan yang kurang memuaskan pasien dalam pelayanan. Seperti halnya jawaban informan sebagai berikut:
“.....au ka loimfa he paek le nan, au maisi umaol unalaha ume,,”
(saya tidak mau pake yang itu, biar saya berobat di rumh saja)
(FH, 20 Desember 2013)
“..hai atoin asusal i’ lo maisi moe kai on me, hai lom tettap paek le ija” (kami ini orang susah, biarpun buat kami bagaimana kami tetap pake yang ini) (PN, 20Desember 2013)
“....au maisi baen ek au loita kuk, paek le im sat nam nesaha..”
(biar saya bayar pake saya punya uang sendiri, pakai ini juga sama saja) (MO, 6 Januaari 2014)
“.....au biasat umaol ubalaha ume,, umaol pakiha maol meto”
(saya biasanya berobat di rumah saja, berobat pakai obat kampung.) (MS, 9 Januari 2014)
“......lo moe kai on me au tetap pakin, fun au ka muifa sa’sa’, au i atoin asusal” (biar buat kami bagaimanapun jga saya tetap pake, karena saya ini orang yang tidak punya apa) (MH, 12 Januari 201
B. Pembahasan.
1. Informasi Mengenai Pengetahuan
Jamkesmas merupakan cara pemeliharaan kesehatan yang diselenggarakan sebagai suatu usaha bersama guna mengefektifitaskan dan mengefisienkan pembiayaan yang sebagian besar kurang lebih 70% sudah berasal dari masyarakat. Jadi, pengembangan jamkesmas sejalan dengan kebijakan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam upaya penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan dengan lebih memusatakan peran pemerintah untuk mengatur, membina dan menciptakan iklim yang semakin mendorong peningkatan peran serta masyarakat (Asta, 2007).
Salah satu indikator kualitas mutu pelayanan puskesmas adalah kepuasan pasien. Namun, tidak semua puskesmas dapat memenuhinya. Fakta mengenai buruknya pelayanan di puskesmas masih ada. Terlebih lagi sikap dari pihak puskesmas yang terkesan membeda-bedakan pelayanan yang diberikan. Pelayanan yang cepat dan tepat, biaya pengobatan yang murah, serta sikap tenaga medis yang ramah dan komunikatif adalah sebagian dari tuntutan pasien terhadap pelayanan puskesmas. Namun, hanya sebagian puskesmas dapat memenuhi tuntutan tersebut terutama masalah kepuasaan pasien (Zulfa, 2009).
Penelitian sebelumnya tentang jaminan kesehatan masyarakat miskin desa Selopamioro Kecematan Imogiri Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yoyakarta, mengatakan bahwa:
Tersedianya informasi bagi warga desa yang tidak mampu secara ekonomi untuk mendapatkan program Jaminan kesehatan masyarakat miskin menjadi faktor yang paling menentukan dalam keberhasilan memberikan layanan. Untuk kontek ini yang paling berperan adalah pemerintah lebih khususnya aparatur desa. Menyampaikan imformasi mlaui media televisi dan selebaran-selebaran, maupun turun langsung menyampaikannya. Hal tersebut dapat memudahkan informan lebih memahami pengetahuan tentang jamkesmas lebih mendalam.
Pada saat melakukan penelitian, para informan kelihatan agak malu-malu ketika ditanya tentang pengetahuannya tentang jamkesmas. Hal ini diakibatkan karena budanya yang ada pada masyarakat disana yaitu umumnya merasa malu dan segan dengan orang yang lebih berpendidikan sehingga masyarakat tidak beranikan diri menyampaikan pengetahuannya.
Dengan segala upaya yang dilakukan, maka masyarakat dapat menyampaikan pengetahuannya tentang jamkesmas yang tidak jauh beda dengan apa yang telah diketahui sebelumnya, baik yang telah disampaikan dari petugas kesehatan maupun dari tetangga atau sanak keluarganya.
2. Informasi Mengenai Sikap
Hasil Penelitian yang dilakukan oleh Wenny I. Ischak tentang hubungan pelayanan kesehatan dengan kepuasan pengguna jamkesmas mengatakan bahwa, Pelayanan jasa di Rumah Sakit di Gorontalo dianggap belum optimal pada kelompok masyarakat. Hal ini mengindikasikan banyaknya keluhan-keluhan yang berkaitan pelayanan kesehatan. Fenomena ini terlihat jelas pada pelayanan yang rendah terutama pada kelompok masyarakat yang menggunakan Jamkesmas
Hal ini terlihat dari jumlah kunjungan peserta jamkesmas pada tahun 2009 bulan januari sebanyak 86 orang dan bulan Februari sebanyak 51 orang, dan pada tahun 2010 bulan Januari sebanyak 37 orang serat bulan Februari sebanyak 4 orang.
Jika dikaitkan dengan jawaban informan berdasarkan hasil penelitian bahwa peserta yang memakai jamkesmas mempunyai pengetahuan yang cukup maka akan adanya pemahaman tentang pelayanan yang baik atau tidak dari petugas kesehatan yang didapatkannya. Hampir semua informan mengatakan bahwa pelayanan jamkesmas yang di dapat dari puskesmas kurang memuaskan. Hal ini memberikan gambaran bahwa informan tidak bisa menerima pelayanan dengan menggunakan jamkesmas di puskesmas dengan baik. Dengan demikian dikatakan bahwa pengetahuan informan cukup mereka dapat memiliki sikap yang positif dalam menerima kartu jamkesmas sebagai jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin.
3. Informasi Mengenai Persepsi
dalam sudut pandang promosi kesehatan, persepsi merupakan proses dari perseptual panca indra. Berdasarkan informasi yang diperoleh di lapangan, maka terlihat dari jawaban informan memandang bahwa pelayanan jamkesmas di Puskesmas adalah pelayanan yang menyamakan antara pengguna jamkesmas dengan yang tidak menggunakan jamkesmas. Hal ini yang membuat para pengguna jamkesmas untuk enggan dalam menggunakan jamkesmas bila berobat.
Bagi sebagian masyarakat lebih berobat dengan menggunakan obat tradisional yang tidak memakan biaya yang mahal ketimbang berobat di puskesmas yang harus mengeluarkan biaya yang mahal. Selain itu masyarakat juga beranggapan bahwa pelayanan di puskesmas juga yang masih memilah-milah antara yang menggunakan jamkesmas dengan yang tidak menggunakan jamkesmas.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) sebagai program asuransi kesehatan untuk warga miskin sering tidak tepat sasaran. Jamkesmas dinilai sebagai program gagal Segagal apa pun program Jamkesmas, tetap lebih baik ketimbang tidak ada sama sekali program asuransi kesehatan bagi warga miskin. Yang perlu diupayakan sekarang adalah membuat program pengganti Jamkesmas secepat mungkin. Karena Jamkesmas akan segera berakhir. Tentunya, program pengganti itu harus lebih baik. sistem administrasi Jamkesmas yang kacau serta program tidak fokus. Sebagai contoh, kartu Jamkesmas milik orang tua tidak bisa digunakan oleh anaknya ketika sakit, kalau orang tuanya miskin, otomatis anaknya pun miskin. Tapi anehnya si anak tidak otomatis masuk Jamkesmas. Jamkesmas juga tidak tegas dalam mengelompokkan warga penerima program. Sehingga sering terjadi salah sasaran. Mestinya dibuat kriteria yang jelas bagi penerima Jamkesmas. Misalnya usia lebih dari 60 tahun, perempuan dan anak-anak,
B. Saran
Dinas Kesehatan Kabupaten Timor Tengah Utara memperhatikan cara pelayanan petugas kesehatan yang ada di setiap Puskesmas di wilayah kerjanya, sehingga pelayanan yang di berikan kepada masyarakat tepat sasaran, terutama dalam pelayanan Kartu Jamkesmas dan yang tidak menggunakan Kartu Jamkesmas, dan memberikan pengetahuan tantang kesehatan bagi masyarakat yang membutuhkan pengetahuan tersebut, sehingga tercapai derajat kesehatan bagi masyarakat yang ada di kabupaten Timor Tengah Utara dan Wilayah Kerja Puskesmas Mamsena Khususnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar